Kamis, 20 Maret 2014

Marsa Gowes Community (MGC) Go to Suruh

Agenda MGC pada hari Minggu 1 Desember 2013 adalah dengan rute pasar Suruh. Suruh sendiri daerah yang amat familiar bagi warga Salatiga dan sekitarnya, adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan Suruh terbagi atas 17 desa:yaitu Beji\ Lor, Bonomerto, Cukilan,Dadapayam, Gunung Tumpeng, Jatirejo, Kebowan, Kedungringin, Ketanggi, Krandon Lor, Medayu, Plumbon, Purworejo, Reksosari

Sejarah  Desa Suruh

Pada jaman dahulu Desa Suruh masih berupa hutan belantara, namun sudah terdapat penduduk meskipun jumlahnya masih sedikit. Pada saat Belanda datang memerangi Surakarta dan Kartasura yang akhirnya diadakan perdamaian terdapat kerabat Keraton Surakarta yang menolak ketentuan yang disampaikan Pemerintah Belanda yaitu Raden Setiyo Manggala yang dikenal dengan nama Mbah Suruh disertai oleh puteranya  Raden Aji Manggala Putra beserta abdi dalem Raden Gus Kento Sastra yang dikenal dengan nama Mbah Wakil serta Raden Gus Kento Sahab. Karena rasa ingin segera mendapatkan tempat  sesuai dengan yang diinginkan, maka setelah berada di daerah inilah maka Raden Setiyo Manggala memberi nama Desa Suruh. Kemudian beliau bertempat tinggal di Dusun Pandean (sekarang),  sedang Raden Gus Kento Sastra bermukim di daerah Kauman RT 05 (sekarang), dan Raden Gus Kento Sahab bermukim di Banggirejo (sekarang).

Dalam perkembangan berikutnya Raden Setiyo Manggala membuat kios / warung sehingga berkembang pesat dan jadilah Pasar Suruh sekarang ini. Setelah penduduk semakin banyak beliau ingin mendirikan masjid yang terletak di Dusun pandean. Namun sebelum pondasi masjid selesai datanglah seorang Kyai agama yang bernama Raden Astra Wijaya yang dikenal dengan Kyai Encik Domo. Dari hasil musyawarah beliau berdua akhirnya disepakati  bahwa pendirian Masjid Suruh dipindah di wilayah Kauman (sekarang) dengan pengambilan air untuk keperluan masjid dari sumber mata air Naga Ngakak sekitar Sendang Kauman. Pada masa itu untuk kelangsungan perawatan masjid maka beliau membagi tugas pekerjaan, Raden Gus Kento sastro (Mbah Wakil) ditugasi untuk mengadakan tarikan restribusi pasar, saat itu yang ditarik bukan berujud uang tetapi hasil yang diperdagangkan dan selanjutnya dibagikan kepada warga sekitar yang kurang mampu atau muallaf. Sedang Raden Gus Kento Sahab diberi tugas sebagai pemberi penerangan kepada seluruh warga Desa Suruh.

Sebelum pembangunan masjid selesai Raden Setiyo Manggala wafat, dan selanjutnya putranya diasuh oleh Raden  Astra Wijaya. Pada masa kepemimpinan Raden Astra Wijaya, Raden Aji Manggala Putra sudah cukup dewasa dan diberi tugas oleh Raden Astra Wijaya untuk merencanakan penataan desa, sehingga seperti sekarang ini tata Desa Suruh. Setelah tata desa teratur maka Raden Astra Wijaya mendatangkan ahli-ahli di bidang teknologi sederhana saat itu untuk mempercepat laju pembangunan Desa Suruh. Ahli pertukangan kayu ditempatkan di Dusun Mesu, ahli kuningan ditempatkan di Dusun Kauman, ahli gerabah ditempatkan di Dusun Morangan,  ahli peralatan pertanian dan kemasan ditempatkan di Dusun Pandean.
Raden Aji Manggala Putra karena kehalusan budi pekerti dan santunnya maka disarankan untuk berganti nama dengan Kyai Abdul Karim. Raden Aji Mangala Putra berputera empat orang yaitu Hasan Arif, Muhammad Qirom, Muhammad Muchsin dan Roro Sireng.
 sumber: http://desa-suruh.blogspot.com/

Rute yang ditempuh ke Pasar Suruh adalah start dari Gedung Islamic Center Margosari pukul 06.30, menyusuri kota melewati Tamansari-Buk Suling-Nanggulan-Vlondo-Klumpit-Kalibening-Kali Londo-Ujung ujung-Pandansari-Nyamat-Prampelang-Duren-Nali-Sumberejo-Tuk Songo-Petean-Krandon-Jengglong-Morangan-Mesu-Pasar Suruh



Anggota Marsa Gowes Community (MGC) start dari Islamic Center menuju Pasar Suruh


Anggota Marsa Gowes Community (MGC) berpose sebelum berangkat


Tri Darsono dan anggota Marsa Gowes Community (MGC) mendaki tanjakan Ujung-ujung

Tanjakan Ujung-ujung terkenal sebagai tanjakan ekstrem yang merupakan perbatasan Kota Salatiga dan Kab Semarang. Tanjakan ini terletak sekitar 4 km dari pusat kota, dengan kemiringan mencapai 40 derajat sehingga tak heran banyak anggota Marsa Gowes Community (MGC) yang tidak kuat menanjak, menuntun sepeda mereka. Tanjakan ini juga sangat gelap waktu petang menjelang, banyak kendaraan bermotor terperosok ke jurang dan bendungan di bawah Ujung-ujung ketika menuruni tanjakan ini, sehingga menuntut pemakai jalan ekstra hati-hati jika melewati tanjakan ini.

Sesampainya di desa Sumberejo, anggota Marsa Gowes Community (MGC) beristirahat

Bengkel 5857, tempat beristirahat Marsa Gowes Community (MGC), disamping melakukan silaturahim

Slamet Warjito, pemilik bengel 5857 berpose dengan anggota MGC, Fajar Rusady, Elan, dan Tri Darsono

Anggota Marsa Gowes Community (MGC) beristirahat sambil menikamti hidangan yang disajikan 

Ketua MGC, Fajar Rusady memarkirkan sepeda begitu sampai pasar Suruh

Kegembiraan Anggota Marsa Gowes Community (MGC) ketika sampai tujuan

Ari Jiteng, anggota baru MGC asal Candirejo Kab Tuntang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar