Tanggal 17 November 2013, tepat 1 minggu setelah hari pahlawan, Baitul Rahman Gowes Community (BGC) mengadakan gowes bersama, kali ini tujuannya adalam Stasiun Tuntang & Dam Tuntang. Stasiun Tuntang merupakan stasiun kereta api yang terletak di kecamatan Tuntang dan berada di daerah perbatasan antara Salatiga dan kabupaten Semarang.
Anggota BGC berkumpul di gedung Islamic Center Margosari pukul 6.00 dan berangkat pukul 6.30. BGC berangkat bertujuh yaitu yaitu, Fajar Rusady Saputra, Ferri Rusady Saputra, Tri Darsono, Elan Jihad Muhammad, Parjono, Pak Jo dan Widodo. Sesampainya di Stasiun Tuntang, anggota BGC menikmati salah satu stasiun peninggalan kolonial yang masih kokoh menjulang di pinggir Kali Tuntang. Hanya 1 gerbong yang tersisa di stasiun, itupun sudah dalam bentuk bangkai kereta (sudah tidak terpakai). Setelah puas menikmati suasana stasiun Tuntang, anggota BGC bertolak ke Dam Tuntang, yang letaknya hanya 1 km dari stasiun.
Stasiun Tuntang dibangun pada tahun 1871 dan pada 21 Mei 1873 dioperasikan. Stasiun Tuntang merupakan stasiun kelas III di jalur ini. Namun semenjak jalur yang menghubungkan Yogyakararta dan Kedungjati pada tanggal 1 Juni 1970 ini ditutup, stasiun ini dijadikan museum. Stasiun ini waktu baru ditutup sempat melayani kereta wisata Ambarawa-Tuntang namun itu tak berlangsung lama karena faktor rel yang rusak. Sebelumnya jalur sempat mangkrak ketika layanan kereta wisata ke Tuntang dihentikan, tapi jalur kembali dibuka tahun 2002 setelah direnovasi. Mulanya, stasiun ini hanya dapat melayani lori Ambarawa-Tuntang. Namun pada tahun 2009 dimulailah renovasi dan stasiun ini melayani kereta uap wisata lagi.
Direncanakan jalur menuju Kedungjati akan dihidupkan kembali dan hal ini terwujud dengan penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) atau Penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah gubernur H.Bibit Waluyo serta PT Kereta Api Indonesia (Persero) di Stasiun Ambarawa, hari Senin 14 Januari 2013. Rencananya jalur ini akan digunakan untuk angkutan penumpang dan wisata dan direncanakan menggunakan kereta uap, kereta diesel dan kereta listrik (KRL) komuter line seperti daerah Jakarta. Sehingga diharapkan dapat melayani pengguna kereta api di Jalur Ambarawa, Tuntang dan Kedungjati hingga Semarang.
Ke arah utara, rel masih ada. Namun hanya 300 meter setelah itu rel mulai timbul tenggelam. Dan saat ini sedang diupayakan normalisasi jalur rel ke arah Bringin, Tempuran, hingga Kedungjati. Sedang untuk wilayah timur jalur rel hanya sampai stasiun Bedono dan Jambu. Untuk arah ke Temanggung, Magelang dan Yogyakarta sudah hilang hanya tersisa bekasnya.
Anggota BGC beristirahat di Stasiun Tuntang
Anggota BGC berpose di depan bangkai gerbong kereta api
Suasana Stasiun Tuntang, sepi.......
Bagi sebagian besar orang eceng gondok dianggap sebagai tanaman tak berguna dan hanya menjadi biang terjadinya banjir karena selalu mengotori sungai. Namun bagi orang yang kreatif, eceng gondok dapat diolah menjadi berbagai barang kerajinan bernilai ekonomi tinggi. Kerajinan eceng gondok ini bahkan telah menembus pasar ekspor.
Kali Tuntang dipenuhi eceng gondok
Eceng gondok menutupi Kali Tuntang
Eceng gondok selama ini hanya dianggap sebagai tanaman sampah yang mengotori sungai. Namun ditangan warga sekitar Rawapening, tanaman eceng gondok dapat menjadi kerajinan bernilai ekonomi tinggi. Kerajinan dari bahan dasar eceng gondok buatan warga sekitar Rawapening antara lain berupa hiasan dinding, sandal, taplak meja, batal kursi dan dompet. Jika sudah berbentuk barang kerajinan ini, kesan eceng gondok sebagai tanaman tak bernilai pun sirna. Untuk mendapatkan bahan eceng gondok, warga sekitar Rawapening tak kesulitan. Pasalnya, pasokan eceng gondok dari dari Rawapening sangat melimpah, dan tak habis meski diambil tiap hari. Pembuatan kerajinan eceng gondok melalui beberapa proses sederhana. Pertama, eceng gondok yang baru diambil dari sungai di jemur hingga kering. Kemudian batang eceng gondok yang telah kering dibentuk lembaran-lembaran kecil. Lembaran batang eceng gondok yang telah mengering inilah yang nantinya dianyam dan dibentuk menjadi kerajinan sesuai yang dikehendaki.
Sepanjang menyusuri Kali Tuntang, yang terlihat hanya hamparan eceng gondok yang sangat rimbun memenuhi DAS Tuntang.
Pemandangan hijau eceng gondok bak karpet hijau
Ketua BGC, Fajar Rusady di depan Kali Tuntang
Di Kali Tuntang juga banyak para pemancing baik dari sekitar Rawapening maupun daerah sekitarnya yang menyalurkan hobi mancing mania mereka. Para pemancing seakan tak takut akan teriknya matahari yang menyengat tubuh meraka, dengan setia menunggu kail mereka disambar ikan.
Tri Darsono, mengamati pemancing di Kali Tuntang
Kali Tuntang dipenuhi pemancing
Parjono & Pak Jo beristirahat di pinggir Kali Tuntang
Seorang pemancing sedang menunggu kailnya disambar ikan
Pemancing berkonsetrasi penuh dengan kailnya
Anggota BGC beristirahat di jembatan Kali Tuntang
Sekertaris BGC, Ferri Rusady dengan background para pemancing
Bendungan atau dam Tuntang adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi danau Rawapening yang juga berfungsi sebagai tempat rekreasi. Dam Tuntang juga digunakan untuk mengalirkan air ke sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air pada PLTA Jelok.Dam Tuntang juga memiliki bagian yang disebut pintu air untuk membuang air yang tidak diinginkan secara bertahap atau berkelanjutan. Danau Rawapening adalah danau yang terjadi secara alamiah karena membendung Kali Tuntang sehingga menjadi bendungan dengan bentuk agak membulat karena terkait dengan proses geologi yang membentuknya. Kemudian bendungan ini disempurnakan oleh pemerintah Belanda dengan melakukan pembangunan dam pada tahun 1912-1916 dengan memanfaatkan Kali Tuntang sebagai satu-satunya pintu keluar. Danau ini kemudiaan diperluas pada tahun 1936 mencapai + 2.667 Ha pada musim penghujan dan pada akhir musim kemarau luas danau Rawapening mencapai + 1.650 Ha.
Dam Tuntang
pintu air Dam Tuntang, berusia sepuh, tapi masih beroperasi dengan baik
Suasana pintu air Dam Tuntang, meski dilarang mengail, tetapi pemancing tetap nekat menyalurkan hobinya
Pemancing menarik kailnya di pintu air Dam Tuntang
Nelayan mencari ikan di Rawapening
Tidak ada komentar:
Posting Komentar