Rabu, 20 November 2013

Baitul Rahman Gowes Community (BGC) Go to Dam Tuntang

Tanggal 17 November 2013, tepat 1 minggu setelah hari pahlawan, Baitul Rahman Gowes Community (BGC) mengadakan gowes bersama, kali ini tujuannya adalam Stasiun Tuntang & Dam Tuntang. Stasiun Tuntang merupakan stasiun kereta api yang terletak di kecamatan Tuntang dan berada di daerah perbatasan antara Salatiga dan kabupaten Semarang. 
Anggota BGC  berkumpul di gedung Islamic Center Margosari pukul 6.00 dan berangkat pukul 6.30. BGC berangkat bertujuh yaitu yaitu, Fajar Rusady Saputra, Ferri Rusady Saputra, Tri Darsono, Elan Jihad Muhammad, Parjono, Pak Jo dan Widodo. Sesampainya di Stasiun Tuntang, anggota BGC menikmati salah satu stasiun peninggalan kolonial yang masih kokoh menjulang di pinggir Kali Tuntang. Hanya 1 gerbong yang tersisa di stasiun, itupun sudah dalam bentuk bangkai kereta (sudah tidak terpakai). Setelah puas menikmati suasana stasiun Tuntang, anggota BGC bertolak ke Dam Tuntang, yang letaknya hanya 1 km dari stasiun.




Stasiun Tuntang dibangun pada tahun 1871 dan pada 21 Mei 1873 dioperasikan. Stasiun Tuntang merupakan stasiun kelas III di jalur ini. Namun semenjak jalur yang menghubungkan Yogyakararta dan Kedungjati pada tanggal 1 Juni 1970 ini ditutup, stasiun ini dijadikan museum. Stasiun ini waktu baru ditutup sempat melayani kereta wisata Ambarawa-Tuntang namun itu tak berlangsung lama karena faktor rel yang rusak. Sebelumnya jalur sempat mangkrak ketika layanan kereta wisata ke Tuntang dihentikan, tapi jalur kembali dibuka tahun 2002 setelah direnovasi. Mulanya, stasiun ini hanya dapat melayani lori Ambarawa-Tuntang. Namun pada tahun 2009 dimulailah renovasi dan stasiun ini melayani kereta uap wisata lagi.
Direncanakan jalur menuju Kedungjati akan dihidupkan kembali dan hal ini terwujud dengan penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) atau Penandatanganan Kesepakatan Bersama antara Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah gubernur H.Bibit Waluyo serta PT Kereta Api Indonesia (Persero) di Stasiun Ambarawa, hari Senin 14 Januari 2013. Rencananya jalur ini akan digunakan untuk angkutan penumpang dan wisata dan direncanakan menggunakan kereta uap, kereta diesel dan kereta listrik (KRL) komuter line seperti daerah Jakarta. Sehingga diharapkan dapat melayani pengguna kereta api di Jalur Ambarawa, Tuntang dan Kedungjati hingga Semarang.
Ke arah utara, rel masih ada. Namun hanya 300 meter setelah itu rel mulai timbul tenggelam. Dan saat ini sedang diupayakan normalisasi jalur rel ke arah Bringin, Tempuran, hingga Kedungjati. Sedang untuk wilayah timur jalur rel hanya sampai stasiun Bedono dan Jambu. Untuk arah ke Temanggung, Magelang dan Yogyakarta sudah hilang hanya tersisa bekasnya.



Anggota BGC beristirahat di Stasiun Tuntang


Anggota BGC berpose di depan bangkai gerbong kereta api


Suasana Stasiun Tuntang, sepi.......

Bagi sebagian besar orang eceng gondok dianggap sebagai tanaman tak berguna dan hanya menjadi biang terjadinya banjir karena selalu mengotori sungai. Namun bagi orang yang kreatif, eceng gondok dapat diolah menjadi berbagai barang kerajinan bernilai ekonomi tinggi. Kerajinan eceng gondok ini bahkan telah menembus pasar ekspor.

Kali Tuntang dipenuhi eceng gondok

Eceng gondok menutupi Kali Tuntang

Eceng gondok selama ini hanya dianggap sebagai tanaman sampah yang mengotori sungai. Namun ditangan warga sekitar Rawapening,  tanaman eceng gondok dapat menjadi kerajinan bernilai ekonomi tinggi. Kerajinan dari bahan dasar eceng gondok buatan warga sekitar Rawapening antara lain berupa hiasan dinding, sandal, taplak meja, batal kursi dan dompet. Jika sudah berbentuk barang kerajinan ini, kesan eceng gondok sebagai tanaman tak bernilai pun sirna. Untuk mendapatkan bahan eceng gondok, warga sekitar Rawapening tak kesulitan. Pasalnya,  pasokan  eceng gondok dari dari Rawapening sangat melimpah, dan tak habis meski diambil tiap hari. Pembuatan kerajinan eceng gondok melalui beberapa proses sederhana. Pertama, eceng gondok yang baru diambil dari sungai di jemur hingga kering. Kemudian batang eceng gondok yang telah kering dibentuk lembaran-lembaran kecil. Lembaran batang eceng gondok yang telah mengering inilah yang nantinya dianyam dan dibentuk menjadi kerajinan sesuai yang dikehendaki.
Sepanjang menyusuri Kali Tuntang, yang terlihat hanya hamparan eceng gondok yang sangat rimbun memenuhi DAS Tuntang.


Pemandangan hijau eceng gondok bak karpet hijau

Ketua BGC, Fajar Rusady di depan Kali Tuntang

Di Kali Tuntang juga banyak para pemancing baik dari sekitar Rawapening maupun daerah sekitarnya yang menyalurkan hobi mancing mania mereka. Para pemancing seakan tak takut akan teriknya matahari yang menyengat tubuh meraka, dengan setia menunggu kail mereka disambar ikan. 
Tri Darsono, mengamati pemancing di Kali Tuntang

Kali Tuntang dipenuhi pemancing

Parjono & Pak Jo beristirahat di pinggir Kali Tuntang

Seorang pemancing sedang menunggu kailnya disambar ikan

Pemancing berkonsetrasi penuh dengan kailnya



Anggota BGC beristirahat di jembatan Kali Tuntang

Sekertaris BGC, Ferri Rusady dengan background para pemancing

Bendungan atau dam Tuntang adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi  danau Rawapening yang juga berfungsi sebagai tempat rekreasi. Dam Tuntang juga digunakan untuk mengalirkan air ke sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air pada PLTA Jelok.Dam Tuntang juga memiliki bagian yang disebut pintu air untuk membuang air yang tidak diinginkan secara bertahap atau berkelanjutan. Danau Rawapening adalah danau yang terjadi secara alamiah karena  membendung Kali Tuntang sehingga menjadi bendungan dengan bentuk agak membulat karena terkait dengan proses geologi yang membentuknya. Kemudian bendungan ini disempurnakan oleh pemerintah Belanda dengan melakukan pembangunan dam pada tahun 1912-1916 dengan memanfaatkan Kali Tuntang sebagai satu-satunya pintu keluar. Danau ini kemudiaan diperluas pada tahun 1936 mencapai + 2.667 Ha pada musim penghujan dan pada akhir musim kemarau luas danau Rawapening mencapai + 1.650 Ha.

Dam Tuntang

pintu air Dam Tuntang, berusia sepuh, tapi masih beroperasi dengan baik



Suasana pintu air Dam Tuntang, meski dilarang mengail, tetapi pemancing tetap nekat menyalurkan hobinya

Pemancing  menarik kailnya di pintu air Dam Tuntang

Nelayan mencari ikan di Rawapening



Senin, 18 November 2013

Baitul Rahman Gowes Community (BGC) Go to PLTA Jelok

Agenda BGC pada hari Minggu 17 November 2013, adalah bersepeda ke PLTA Jelok dan Timo. Kenapa  PLTA ini sebagai tujuan?  PLTA Jelok dan Timo merupakan pembangkit listrik yang memanfaatkan aliran air dari waduk alami Rawa Pening. PLTA Jelok berkapasitas 20 megawatt (MW), sedangkan Timo sekitar 12 MW. Produksi listrik kedua pembangkit itu dihubungkan ke sistim Jawa-Bali melalui Gardu Induk Jelok milik PT PLN Unit Pelayanan Transmisi Surakarta. Pembangkit Listrik Tenaga Air Jelok di Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang, beroperasi sejak tahun 1938. Listrik dari pembangkit tersebut pernah menjadi pemasok utama kebutuhan listrik di gemeente atau kotapraja Salatiga yang dahulu banyak dihuni orang-orang Belanda. PLTA Jelok merupakan PLTA tertua di Indonesia karena dioperasikan pada tahun 1938 dan dikelola pada masa pemerintah Hindia Belanda oleh ANIEM. Akan tetapi pada 1955 PLTA Jelok berhasil diambil alih Indonesia. Selain nilai sejarah yang tinggi, PLTA Jelok mempunyai pemandangan yang indah dan menjadi jujugan para penggemar sepeda.
Anggota BGC  berkumpul di gedung Islamic Center Margosari pukul 6.00 dan berangkat pukul 6.30. BGC berangkat berlima yaitu yaitu, Fajar Rusady Saputra, Ferri Rusady Saputra, Tri Darsono, Elan Jihad Muhammad, dan Widodo. Agenda ke PLTA Jelok merupakan pemanasan BGC untuk ikut event Sepeda Santai HUT Korpri yang berlangsung 24 November 2013. Perjalan jauh dan berliku, naik turun bukit memang terasa melelahkan, tapi sesampainya di lokasi, perasaan lelah dan capek terbayar lunas dengan pemandangan alam yang indah. Terjadi kejutan sesampainya di PLTA Jelok, 2 pecinta sepeda Margosari, Pak Jo & Bp Parjono ternyata menyusul belakangan, yang mempunyai tujuan bersepeda sama dengan teman-teman BGC, PLTA Jelok. Akhinya Rute awal yang ditempuh adalah Kemiri-Bugel-Sarirejo-Alaska-Watuagung-Karanganyar-Tlompakan-Ds Sembron-Ds Semin-PLTA Jelok

Anggota BGC berangkat dari Margosari

 Anggota BGC bersiap berangkat dari Margosari

Anggota BGC menyusuri jalan Moh Yamin

pemandangan sawah di Watuagung

Lokasi keramat Watuagung, asal muasal desa Watuagung

Desa Watuagung mempunyai panorama yang indah, persawahan dibalut bukit pegunungan nan hijau

Bravo BGC, semangat.....!!!

Anggota BGC bersiap melanjutkan perjalanan ke PLTA Jelok

tidak kuat menanjak, Elan JM & Widodo mendorong sepeda di desa Karanganyar

perjalanan masih panjang, menyusuri desa yang asri

ketua BGC, Fajar Rusady beristirahat di Dusun Sembron

Anggota BGC,  beristirahat di Dusun Sembron dengan panorama sawah yang menguning

Fajar Rusady bersiap melanjutkan perjalanan, "tenang, PLTA Jelok udah deket....."

Akhinya tujuan pertama bersepeda sampai juga, gerbang PLTA Jelok

Gerbang PLTA Jelok



 pipa buatan kolonial Belanda masih kokoh menjulang

BGC berpose dengan background pipa air PLTA Jelok

ketua BGC, Fajar Rusady dengan background pipa air PLTA Jelok

sekertarisBGC, Ferri Rusady menuruni anak tangga menuju pipa air

Fajar Rusady berdiri diatas pipa air


kepingin naik pipa air, akhirnya Elan & Tri Darsono naik juga.....

Setelah menempuh perjalan jauh sampai ke PLTA Jelok, Anggota BGC mencari warung terdekat untuk mengisi logistik

Anggota BGC dengan lahap menyantap dagangan di warung, mulai teh anget, mangga, donat, wafer hingga biskuit jeruk.

meski warung kecil, lumayan bisa buat mengisi perut yang keroncongan

Tri Darsono langsung menguliti mangga

mangga yang manis menggoda iman membuat Anggota BGC lain ikutan makan 

pemandangan sawah yang menguning di Timo

pemandangan sawah yang menguning di Timo yang siap panen

Akhirnya sampai juga di tujuan kedua, Kolam Timo

Anggota BGC berpose diluar pintu masuk

pemandangan indah Kolam Timo

generator air Kolam Timo




 pemandangan indah Kolam Timo, tidak ada habisnya
Anggota BGC menikmati kolam Timo sambil beristirahat